MENYUSURI
INDAHNYA PULAU KARIMUN
epat tanggal 27 Agustus 2015
pukul 12.00 siang, kapal kami bersandar menuju dermaga. Dalam bingkai kotak
jendela kapal yang kami tumpangi, Pulau Karimun tampak bagaikan surga. Bidang
cemerlang yang mengambang di tengah bentang luas samudera dan langit nan biru,
seolah tanpa bobot di bawah cahaya mentari. Permainan cahaya dan perspektif
mereduksi pulau nyata ini menjadi persis seperti dalam imajinasiku. Rupanya
pulau yang kami jumpai jauh lebih indah dari bayangan kami. Layaknya surga
tersembunyi di kolong-kolong langit ibu pertiwi. Alampun seakan menyambut
hangat kedatangan kami. Tak bosan-bosannya mata memandang berbagai pesona
keindaan alam-Nya.
Cerita kami
baru dimulai saat itu, satu tujuan dan satu tekad. “Menjadi Anggota Tetap Red
Fish”, ya.. itu lah salah satu keinginan terbesar kami. Sikap, mental tak cukup
untuk mendapatkan itu semua. Pola pikir yang lugas, jujur, dan berani juga
harus ada dalam benak kami. “Bagaimana mungkin itu semua dapat kami capai ?”
Pikir ku. Ternyata salah besar, dengan menjadi bagian dari mereka pun telah
mengubah pola pikir yang slama ini tidak mungkin bagi kami menjadi mungkin.
Satu, dua,
tiga... sontak hitungan saat kami mengangkut beberapa alat penyelaman yang
beratnya beraneka ragam. Saatnya memindahkan alat kami menuju tempat
peristirahatan. Kami bergerak menjauhi dermaga, menyebrangi lapangan yang
sekelilingnya ditumbuhi rerumputan kecil dan berhenti di depan sebuah bagunan
mungil. Tulang ekor pun berdenyut-denyut pegal. Betapa tidak, kami menempuh
perjalanan selama tak kurang dari enam jam dari Jepara hingga tiba di Pulau
Karimun.
Kami memulai
hari dengan menyantap nasi putih dan beberapa lauk pauk. Ikan tongkol goreng
membangunkan kami dari rasa kantuk selama semalaman. Satu kapal kayu telah
menunggu kami di pelabuhan. Mentari mulai muncul perlahan dibalik ufuk,
pendar-pendar cahaya menari-nari di atas air bersama dengan siluet kapal-kapal
yang berbaris. Ah sungguh pagi yang sempurna ! Deru mesin menggema dari bibir
pantai. Perahu kayu bermesin membawa kami membelah arus ombak menuju hulu.
Gemercik air terdengar dari dinding-dinding kapal kami kala ombak memecah.
Sesekali kami menenggelamkan jemari dari
pinggir perahu yang kami tumpangi, dan membiarkan dinginnya air mengalir di
sela-sela jemari. Tiga awak kapal dengan kulit hitam legam membawa kami pada
tujuan. Pulau Cemara Besar menjadi tujuan pertama kami. Penyelaman kala itu
sontak membuat kami merasa takut, gugup, perasaan campur aduk tidak karuan.
Bagaimana tidak ? itu adalah penyelaman pertama kami. Namun seiring berjalannya
waktu itu adalah menjadi hal yang biasa bagi kami. Keren, takjub, kagum, luar
biasa, begitu ketika kami memandang indahnya bawah laut pulau Karimun. Bahkan
beberapa kata yang indahpun tidak cukup untuk mewakili keagungan Yang Maha
Kuasa atas ciptaan-Nya. Selanjutnya kami bergegas untuk menuju pulau
berikutnya. Pulau Penyawakan, salah satu pulau yang kondisi perairannya cukup
dingin seakan menusuk hingga ke ruas-ruas tulang kami. Sayangnya telah usai
perjalanan pertama kami. Senja mulai turun dan mulai manampakkan dirinya saatnya
kami bergegas untuk kembali ke rumah tinggal kami yang letaknya tak jauh dari
dermaga tempat kapal-kapal bersandar. Jarak yang nyaman untuk berjalan kaki
sembaring menikmati aroma angin di sore hari khas dengan semilir angin
Hari
berikutnya, kami mulai menyiapkan beberapa perbekalan kami. Sepiring nasi cukup
untuk menghilangkan rasa lapar kami saat berada di atas kapal. Kurang lebih
hampir satu jam tiga awak kapal membawa kami menuju pulau Wreek Indonor. Pulau
yang penuh sejarah, sebuah kapal besar pada tahun 1960 pernah karam di pulau
ini. Kurang lebih sekitar 50 tahun silam kapal ini tenggelam dan telah banyak
ditumbuhi karang-karang yang indah. Keindahan pulau ini cukup mewakili perasaan
kami. Perairannya yang bewarna biru kehijauan, biota di dalamnya beraneka
ragam, dan kondisi perairannya yang tenang. Sayang kami hanya dapat menikmati
pulau ini hingga senja tiba. Senja yang tak malu menampakkan dirinya. “Sebuah sosok
terindah dari yang terindah. Dia tahu kapan saatnya terbit dan kapan saatnya
tenggelam. Sinarmu lepas bagai ombak di sore hari. Di sini, kami selalu
menantikan kehadiranmu wahai sang pancar sinar” ungkap hati kecil kami.
Malam hari
tiba, hempasan angin malam menambah syahdu suasana. Malam itu pun juga kami
semua resmi dilantik menjadi Anggota Tetap Red Fish Angkatan 6. Setelah semua
perjuangan kami lewati bersama pada akhirnya tiba dipenghujung. Perasaan haru
mulai merasuk. Perasaan tidak menyangka mulai tersirat. Upacara sakral
menyelimuti suasana malam ini. “Perkenalkan kami adalah Anggota Tetap Red Fish
Angkatan 6” Dengan bangga kami memperkenalkan diri seolah menyampaikan pesan
yang menggembirakan. Tugas baru yang siap akan kami emban. Mengabdi pada
masyarakat, menyatukan tekad, dan mencapai tujuan bersama.
Terimakasih
untuk semuanya, terimakasih untuk cerita singkat di Pulau Karimun, pulau yang akan
selalu kami rindukan. Semua ada prosesnya. Semua menambah arti disetiap cerita
kami. Jangan mudah menyerah, jangan mudah putus asa. Never Give Up bagi yang
ingin mencoba sesuatu hal baru. Hal baru itu tidak selalu membawamu dalam
keburukan, tapi bagaimana cara kita membawanya. Ke hal yang positif kah atau ke
hal yang negatif. So.. Selalu lakukan hal-hal positif dalam hidup kalian karna
itu tidak pernah merugikan sedikitpun untuk di masa-masa kalian.
In Memory
Syifa Fissamawati / RF049
Marsya Arsinta / RF050
Agnes Nindya Puspita / RF051
Fahrun Nisa / RF052
Raja Samuel / RF053
Satrio Bagas Kurnia / RF054
Oktavianti Wahyu L / RF055
Penulis :
Syifa Fissamawati / RF049
Editor : Muhamad
Luthfian H / RF045
Photo :
Bonifacius Arbanto
Redfish.undip.blogspot.co.id